Senin, 28 Juni 2010

Andayani



Sukses Buka Usaha Keripik Bayam

BERHENTI dari distributor produk makanan ringan justru menghantarkannya menjadi pengusaha kecil yang cukup sukses. Keripik bayam buatannya ternyata laris terjual. Produknya dapat dijumpai hampir di seluruh pasar swalayan di Kota Jambi bahkan kini merambah keluar provinsi. Itulah usaha yang ditekuni Andayani (41) yang merintis usaha ini sejak tahun 2005 lalu.

Sebelumnya, 17 tahun lamanya wanita asal Bangka Belitung ini bekerja sebagai distributor makanan ringan. Dia tertarik membuat keripik bayam karena melihat bahan baku bayam di daerah ini cukup banyak dan selama ini hanya dijadikan sayur. “Cara membuat keripik bayam ini saya pelajari dari buku dan karena sering berkunjung ke swalayan melihat kualitas keripik bayam kurang menarik, saya coba buat dengan cara sendiri,” ungkap Andayani kepada Media Jambi, Kamis (24/6) dikediamannya Jalan Prof HMO Bafadhal No 34 Kelurahan Sungai Asam, Kecamatan Pasar Jambi.

Ibu dua anak ini mengaku tidak mengalami kendala saat memasarkan
keripik buatannya ke swalayan di kota. Begitupun diluar daerah dan luar Provinsi Jambi. Seperti Palembang dan Tembilahan Riau. “Tidak susah. Asalkan memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan. Seperti izin Dinkes, kualitas, dan usaha ini harus berkelanjutan,” jelasnya.

Sistem pemasaran lewat swalayan dilakukannya dengan cara menitip barang atau menyewa tempat. “Tapi banyak usaha kecil di Jambi ini belum dapat memenuhi persayaratan itu, karena prosesnya juga berbelit-belit,” paparnya.

Untuk saat ini pemilik usaha Raditia Ranisa (RR) ini mempekerjakan lima orang karyawan. Dalam sekali produksi dapat dihasilkan sekitar 250-300 bungkus keripik yang dipasarkan ke pasar swalayan yang ada di Kota Jambi dengan harga jual Rp 5.500 hingga Rp 6.000/bungkus yang dikemas dalam plastik. Keripik buatannya dapat bertahan selama satu bulan.

Mengenai ketersediaan bahan baku cukup dan tidak ada masalah. Namun sayangnya, bahan baku itu belum memiliki kualitas yang bagus. Dia juga berharap kepada para penyuluh pertanian lapangan (PPL) agar memberikan penyuluhan kepada petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman bayam. Sehingga daun bayam lebih bagus. “Walau produksi bayam berlimpah tapi sulit mencari daun bayam yang berukuran standar. Sehingga kualitas produk tidak bagus,” ujarnya.

Selain itu, dia masih menghadapi persoalan peralatan tradisional yang bersifat manual. “Sehingga kualitas dan kuantitas juga terbatas,” katanya. Hal ini disebabkan karena masih kekurangan modal usaha. Beberapa waktu lalu dia pernah mendapat bantuan bergulir dari salah satu BUMN, tapi modal itu belum mencukupi.

“Kesulitan lain yang dihadapi susah mendapatkan minyak tanah. Di pangkalan hanya dapat 20 liter yang masuk terkadang sebulan sekali. Padahal setiap kali produksi dibutuhkan setidaknya 20 liter minyak tanah. Untuk mengatasi persolan ini kami terpaksa menggunakan kayu bakar,” katanya seraya berharap kedepan usahanya ini dapat lebih maju lagi. (mas)

Kembangkan Rintak Spesial


SELAIN membuat keripik bayam Andayani dan keluarganya terus berinovasi dengan membuat berbagai produk. Seperti kembang tahu dan rintak spasial, kue khas Bangka Belitung.

Oleh Walikota Jambi waktu itu masih dijabat H Arifin Manap diganti namanya dengan rintak spesial. “Waktu kita mengadakan pameran kue ini menarik perhatian Pak Wali. Pak Wali bilang kok namanya rintak Bangka, padahal diproduksi di Jambi,” ujar Sri Marsita (43) kakak kandung Andayani yang menggunakan merek RR kepada Media Jambi

Rintak spesial ini cukup laris dipasaran. Produknya juga dipasarkan ke pasar swalayan dalam seminggu diproduksi berkisar 60 kg. Dengan harga jual Rp 18.000/ bungkus. “Kita memasarkan produk ke pasar swalayan dua kali seminggu. Bahkan jika ada pesanan dari luar daerah terkadang harus mengurangi pasokan. Karena kehabisan stok,” ujar ibu dua anak ini.

Rintak spesial terbuat dari tepung terigu. Tidak menggunakan zat pengawet. Menurutnya permintaan cukup tinggi menjelang bulan puasa dan lebaran. Bahkan sebulan menjelang bulan puasa telah menyiapkan stok. “Produk yang dipasarkan ke swalayan jarang bersisa,” ujarnya.

Memasok suatu produk ke pasar swalayan tidak sama dengan jualan eceren. Selain harus rutin juga pembayaran setelah barang laku. Artinya modal yang digunakan terpendam, makanya dibutuhkan tambahan modal. (mas)

Senin, 21 Juni 2010

Rahmad Hidayat


Perhiasan Peraknya Diminati
PERHIASAN dari perak saat ini cukup diminati. Bentuknya yang tak kalah menarik dengan perhiasan dari emas murni, memiliki harga jauh lebih murah dan terjangkau serta aman dari tangan pencoleng, membuat penggemarnya semakin banyak. Peluang inilah yang dilakoni Rahmad Hidayat (25) seorang perajin perak di Kota Jambi yang cukup mahir mengolah perak menjadi aneka perhiasan menarik. Warga

Lelaki asal Padang Pariaman Sumatera Barat ini mengaku keahlian menempa perak menjadi aneka perhiasan itu didapatnya dari orangtuanya, ketika masih berada di kampung halamannya, Pariaman Sumbar. Namun dia merintis sendiri usaha ini sejak tahun 2004. “Selain menerima pesanan, Saya mengambil upahan dengan bekerjasama dengan pemilik toko. Bahan baku disediakan toko atau grosir,” ujarnya kepada Media Jambi ditempat usahanya di Pasar Tanah Pilih No 87 Pasar Jambi, Kamis (17/6).

Perhiasan yang dibuatnya berupa anting, liontin, gelang, cincin dan berbagai bentuk cenderamata lainnya. Harga yang perhiasan yang dijualnya bervariasi tergantung bentuk, kesulitan dan besarnya perhiasan. Dia mematok harga mulai dari Rp 10.000 hingga ratusan ribu rupiah per buah. “Sedangkan pesanan dari toko biasanya grosiran per kodi (20 buah),” ujar Hidayat begitu dia biasa disapa.

Menurut lelaki lajang ini, melihat peminat perhiasan perak di Kota Jambi cukup tinggi, mulai dari kalangan anak muda, ibu-ibu rumah tangga bahkan para pejabat, cukup banyak yang memesan. “Mungkin karena perak harganya lebih murah ketimbang emas. Perak satu kilogram hanya Rp 3 - 4 juta, kalau emas bisa ratusan juta,” katanya. Selain itu, menggunakan perhiasan dari perak, lebih aman dan terhindar dari kejahatan. “Kalaupun dicopet tidak masalah karena harganya tak seberapa,” ujarnya.

Mengenai proses mengolah perak menjadi aneka perhiasan, sama saja dengan membuat perhiasan emas. Mulanya perak yang masih dalam bentuk batangan dilebur dengan suhu tinggi, kemudian didinginkan, digiling dan dibentuk sesuai keinginan. Bahan baku perak lebih mudah dibentuk, resiko kecil dan kebanyakan perajin perak merupakan cikal bakal perajin emas.

Untuk membantu usahanya ini dia mempekerjakan lima karyawan dan terkadang harus lembur hingga larut malam untuk menyelesaikan pesanan. Dalam seminggu dapat dikerjakan dua kodi (satu kodi 20 buah-red) tergantung tingkat kesulitan perhiasan yang dibuat. Upah Rp 5.000 hingga 25.000 per buah tergantung besar kecil milik pesanan.

Dalam menjalankan usaha Hidayat memegang prinsip tidak akan pernah mengecewakan pelanggan dan jika ada komplain diganti. Karenanya dia cukup dikenal pelanggan bahkan hampir setiap hari ada pelanggan yang datang guna memesan atau mengupah untuk membuat perhiasan. Hidayat mengaku dapat membuat semua jenis perhiasan. Sedangkan berapa besar penghasilan yang diperoleh sangat relatif. “Namanya juga menjual jasa. Saya hanya memiliki keterampilan dan tak punya modal. Hanya bekerja sebagai penggarap, “ ujar Hidayat merendah.

Para perajin berharap pemerintah memperhatikan kehidupan mereka, karena untuk mendapatkan bahan sulit kalaupun ada harganya mahal tidak berbanding lurus dengan modal yang dikeluarkan. “Seperti yang saya alami hanya memanfaatkan sebuah ruangan kecil berukuran 2 x 4 meter. Semua peralatan manual seperti solder, mesin giling, alat tarik, timbangan. Jadi baik kualitas maupun kuantitas sangat terbatas,” ujarnya. (mas)

Shohib, Tak Gensi Menjadi Penyepuh Perhiasan


BILA perhiasan yang anda miliki sudah mulai luntur atau kusam. Coba datang ke Jalan Damar Gang Tengah, Kelurahan Orang Kayo Hitam, Kecamatan Pasar Jambi. Disana terdapat puluhan penyepuh yang siap membuat perhiasan yang kusam menjadi berkilau kembali. Bahkan dalam hitungan menit perhiasan anda yang awalnya kusam akan terlihat berkilau seperti perhiasan baru dibeli.

“Menyepuh perhiasan sifatnya hanya sementara. Sebab setelah beberapa lama dipakai perhiasan akan luntur kembali. Dan jika ingin berkilau seperti sedia kala harus dilakukan penyepuhan ulang,” ujar Shohib (30) salah seorang penyepuh perhiasan kepada Media Jambi, Kamis (17/6).

Menurutnya, biaya sepuh perhiasan tidak terlalu mahal. Apalagi saat ini harga perhiasan baru sangat mahal baik emas maupun perak. Jadi lebih baik perhiasan yang usang disepuh kembali. “Kan sayang memiliki perhiasan tapi terlihat kusam. Jadi tak perlu gensi menyepuh perhiasan yang telah usang. Tapi bagi kalang orang berduit tidak jadi masalah,” tambah dia.

Biaya sepuh bervariasi tergantung ukuran perhiasan. Biaya sepuh emas lebih mahal ketimpang perak. Biaya sepuh emas Rp 7.000 hingga Rp 50.000 per buah sedangkan perak mulai dari Rp 2.000 – Rp 25.000 per buahnya. Ini disebabkan karena harga air emas juga lebih mahal dari air perak. Pendapatan perhari jika ramai pengunjung bisa mencapai Rp 100.000 hingga Rp 150.000. “Penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menggaji seorang karyawan,” kata penguasaha yang merintis usaha sepuh perhiasan sejak 15 tahun lalu.

Bahan pencuci perhiasan berupa air emas, air perak, buah sabun, air putas, dan air keras. Untuk menyepuh perhiasan menggunakan tenaga baterai. Penyepuhan dilakukan dengan mencampur beberapa zat kimia kemudian dibersihkan dengan buah sabun. Pelanggan yang datang biasanya ibu-ibu rumah tangga dan ada juga sebagian kalangan anak-anak muda.

“Menyepuh perhiasan kelihatannya sepele. Tapi tak semua orang memiliki keterampilan seperti ini. Dan pekerjaan ini bukanlah pekerjaan hina. Sebab banyak kalangan anak-anak muda enggan melakukan pekerjaan seperti ini. Padahal jika ditekuni akan membuahkan hasil, sebab Allah telah memberi jalan kepada seseorang untuk berusaha. Jadi tak perlu gensi yang penting halal,” ujarnya.(mas)

Senin, 14 Juni 2010

Syafrul

Pedagang Karpet Kakilima

BIASANYA jika anda mau membeli karpet harus ke toko dengan harga yang lumayan mahal. Namun kini sudah bisa di jumpai dipinggir-pinggir jalan protokol di Kota Jambi dengan harga dan kualitas bersaing dengan karpet yang ada di toko. Coraknya pun tak kalah menariknya.

“Kualitas disini tidak kalah dengan karpet yang dijual di toko dan harganya juga bersaing,” ujar Syafrul (42) satu dari beberapa pedagang karpet kakilima kepada Media Jambi, Jumat (11/6) ditempat mangkalnya Jalan Kapitan Pattimura tepatnya di depan kuburan China.

Ayah tiga anak ini tertarik berjualan karpet karena melihat selama ini konsumen membeli karpet harus ke toko yang harganya sangat mahal. Selain itu dia melihat selama ini belum ada pedagang yang menjual karpet di kakilima. “Saya yakin usaha ini cukup menjanjikan, dan karena hampir setahun berjualan karpet untung cukup menggiurkan,” ujar Syafrul.

Agar konsumen dapat melihat corak dan warna puluhan helai karpet di bentangkan diatas seutas tali. Dengan demikian calon pembeli dapat melihat langsung, baik corak, kualitas maupun lebar karpet yang diinginkan.

Mengenai harga yang ditawarkan cukup bervariasi. Harga satu lembar karpet berkisar antara Rp 200.000-Rp 450.000. Dalam sehari terjual dua hingga 10 lembar karpet. Semua barang dipasok dari Jakarta. “Namanya juga orang berdagang, penghasilan sulit diprediksi, namun penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ujar warga Lorong Anda Kelurahan Mayang Mangurai Kota baru Jambi ini.

Pelanggannya umumnya adalah orang-orang yang melintas baik yang datang ke Kota Jambi maupun yang akan berangkat keluar daerah. Karena jalan ini merupakan jalan protokol. Mantan pedagang buah keliling ini mengaku dalam berjualan dipinggir jalan pernah mendapat peringatan dari Pemerintah Kota Jambi. Karena dianggap barang dagangan yang di bentangkan dipinggir jalan ini dapat merusak pemandangan. Namun surat peringatan itu tidak ditanggapinya. Pasalnya karpet yang dijualnya dibentangkan jauh dari jalan dan tidak mengganggu arus lalulintas.

Selama berdagang dia selalu disiplin, tidak pernah membuang sampah sembarangan. Kalaupun ada sampah yang berceceran disekitar tempatnya dibersihkan. “Pemerintah boleh-boleh saja memberi peringatan, jika kegiatan yang saya lakukan salah. Tapi kalau tidak salah mengapa takut. Saya jualan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tidak ada alasan lain. Sehari saja saya tidak jualan keluarga saya mau makan apa. Saya ini pedagang kecil yang rezekinya cari pagi habis sore,” tegas lelaki asal Pesisir Selatan Sumatera Barat ini.

Kendala lain yang dihadapi sulitnya mencari talangan dana untuk permodalan. Sebab untuk meminjam uang ke bank harus ada jaminan berupa sertifikat tanah. Kedepan jika memiliki modal lebih Syafrul berniat akan membuka usaha yang lebih besar. Dengan menambah koleksi karpet, baik buatan lokal mamupun yang didatangkan dari luar negeri. “Untuk saat ini rumah saja masih ngontrak, bagaimana memiliki sertifikat,” ujar lelaki yang memiliki tubuh gempal ini.(mas)

Bumbu Giling Siap Saji

Buat Masak Lebih Mudah

SAAT ini jika anda akan mengadakan pesta atau hajatan tak perlu susah-susah lagi menggiling bumbu. Cukup ke pasar Angso Duo, tersedia bumbu masak siap saji, baik yang basah maupun kering. Sarbaini (45) satu pedagang dan sekaligus peracik bumbu giling di Pasar Angsoduo Jambi yang siap melayani keperluan anda.

Bermodalkan sebuah mesin giling bumbu, Sarbaini melakoni usaha ini sejak 10 tahun silam. Dalam kurun waktu itu usahanya kian berkembang hingga memiliki empat buah kios dan mempekerjakan delapan tenaga kerja. “Saya memulai usaha ini sejak tahun 2000 lalu,” ujarnya kepada Media Jambi, Jumat (11/5).

Menurut Sarbini, bumbu giling yang disediakan itu, sangat membantu para ibu rumah tangga sehari-hari maupun yang punya hajatan, juga rumah-rumah makan. Karena mereka tidak perlu lagi menggiling bumbu. Bumbu itu telah diracik, diramu hingga siap saji dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan. “Penjualan bumbu masak ini sangat praktis, karena para ibu tidak harus capek-capek menggiling bumbu mengeluarkan keringat. Namun tentu saja harganya jauh beda dengan harga yang belum digiling,” ujarnya.

Bahan-bahan yang digiling dan diracik aneka macam, seperti merica, ketumbar, jahe, kunyit, kemiri dan bahan lainnya. Bahan itu di datangkan dari Jambi dan Padang Sumatera Barat. Selain bumbu masak, dia juga menjual bahan kue yang di pasok dari Jakarta serta aneka bumbu lainnya. Usaha ini mempunyai peluang cerah, karena setiap rumah makan atau warga yang akan melakukan hajatan atau pesta pasti membutuhkan bumbu tersebut. Usaha ini cukup menjanjikan keuntungan. Bahkan dari hasil usaha yang dilakoni Sarbaini mampu memiliki kios sendiri di Pasar Angso Duo dan Pasar Baru Talang Banjar.

Harga bumbu masak bervariasi, Merica misalnya dijual Rp 70.000/kg, bumbu rendang Rp 35.000/kg, bumbu gulai Rp 35.000/kg, ketumbar Rp 28.000/kg. Harga jual tergantung pada harga bahan baku. “Jika bahan baku naik maka harga jual juga naik. Tergantung situasi pasar,” katanya.

Dia menjamin, bumbu yang dijual, tidak kadaluarsa dan tidak memakai bahan pengawet. Karena, mereka menggiling bumbu, kalau stok sudah habis. Bumbu-bumbu ini diracik langsung di rumah Sarbaini di kawasan Payo Silincah.

Sekali giling dihabiskan sebanyak 25 kilogram bahan mentah. Disamping itu bahan-bahan itu juga dicampur untuk membuat bumbu masak seperti bumbu gulai atau rendang dan bumbu lainnya. Terkadang Sarbaini harus menggiling setiap hari karena banyak permintaan pelanggan.

Walaupun memiliki tiga kios di Pasar Angsoduo, namun kios yang paling ramai dikunjungi pelanggan adalah kios yang berada di bagian depan pasar. Hal ini karena mudah dijangkau dan telah memiliki pelanggan tetap. Kios ini buka setiap hari dari jam 08.00WIB hingga 17.00WIB. Selain dia menyediakan bumbu dalam kiloan dan juga kemasan. Karena kebanyakan para ibu rumah tangga hanya memerlukan sedikit untuk masakan mereka. (mas