Senin, 30 Agustus 2010

Menganyam Lidi Kelapa


PRODUK anyaman yang terbuat dari lidi kelapa cukup diminati konsumen.Selain harga jual yang murah, produk ini terlihat unik untuk dijadikan pajangan maupun digunakan sehari-hari. f/mas

Mawarni


Souvenir dari Lidi Kelapa
LIDI, benda yang biasa digunakan untuk menyapu dan terbuat dari tulang daun kelapa ini, di tangan Mawarni (30) bisa menjadi benda bernilai seni, barang cendera mata yang terlihat elegan dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Inovasi dan kreatifivitas dari limbah pohon kelapa itu ternyata bisa digunakan untuk hal yang lebih besar kegunaannya. Berupa keranjang, piring makan, dan pas bunga yang dijual dengan harga jual Rp 5.000 – Rp 10.000 perbuahnya. “Harga jual tidak terlalu mahal, disesuaikan bentuk dan besar produk,” ujarnya kepada Media Jambi, pada Pekan Kreatif RRI di WCT Batanghari beberapa waktu lalu.
Ibu tiga anak ini, tertarik menggeluti usaha menganyam lidi kelapa menjadi berbagai produk ini karena melihat selama ini bahan bakunya cukup banyak dan hanya terbuang sia-sia. “Kuala Tungkal merupakan daerah penghasil kelapa, lidi daun kelapa hanya dibuang begitu saja,” katanya. Apalagi, dia juga pernah mengikuti pelatihan membuat aneka produk dari lidi kelapa mendorong warga yang tinggal di Desa Tungkal I, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini, tertarik mengembangkan usaha ini.
Keahlian menganyam dipelajarinya sejak kecil, karena orang tuanya merupakan perajin anyaman daun pandan untuk dijadikan tikar. Katanya soal menganyam tidak asing lagi, karena menganyam lidi tak jauh berbeda dengan menganyam daun pandan. “Menganyam lidi sebenarnya tak begitu sulit, prosesnya tak jauh berbeda dengan menganyam daun padan, hanya saja harus merubah bentuk,” ujar dia.
Kendala utama yang dialami perajin yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB) Mawar ini karena masih kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Selain itu juga masih sulitnya memasarkan produk dan hanya terbatas pada kalangan tertentu saja. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih cenderung menggunakan produk impor yang harganya jauh lebih murah. “Untuk memasarkan produk di Kuala Tungkal sangat sulit dan diluar daerah kita baru mempromosikan produk lewat Dekranasda,” katanya.
Proses pembuatan produk cukup gampang, awal lidi daun kelapa dipisahkan lalu dijemur setengah kering. Kemudian dianyam sesuai keinginan, di pernis agar terlihat mengkilat. Kemudian siap dipasarkan. “Membuat aneka souvenir tidak membutuhkan waktu lama, dalam sehari bisa membuat 10 buah,” ujarnya.
Mawarni berharap kepada pemerintah atau instansi terkait mempromosikan produk yang dihasilkan para perajin. Karena di Kuala Tungkal saat ini ada sedikitnya 50 orang perajin yang mengolah limbah daun kelapa ini. “Jika tidak diperhatikan, maka lambat laun, usaha yang saat ini mulai berkembang bisa layu kembali,” tambah dia.
Agar usaha ini dapat bertahan, dalam waktu dekat Mawarni akan membuat galeri tempat menampung hasil-hasil produk para perajin. Karena dia yakin usaha anyaman yang terbuat dari lidi kelapa ini memiliki prospek yang cerah. Untuk itu dia juga terus berinovasi menciptakan produk-produk lain. “Saya berupaya menciptakan produk lain seperti memanfaatan lidi menjadi penyekat dinding ruangan,” ujarnya.(mas)

Hasan


Mahir Stel Pelek Motor

MENYETEL pelek sepeda motor ternyata butuh keahlian juga. Dan, kemahiran yang dimiliki Hasan (37) membuat namanya cukup dikenal di kalangan pemilik kendaraan roda dua di Kota Jambi. Setiap hari bengkelnya, Jelutung Servis di Simpang Lampu Merah Jelutung Kota Jambi, tak pernah sepi pengunjung. “Saya sebenarnya hanya meneruskan usaha yang dirintis orang tua, sejak puluhan tahun lalu. Karena orang tua meninggal saya menggantikannya, lagipula juga memiliki keahlian menyetel pelek,” ujarnya ketika ditemui Media Jambi, Kamis (19/8) di bengkelnya.
Menurut Hasan, usaha stel pelek kendaraan bermotor memiliki peluang cerah. Seiring bertambahnya kendaraan bermotor sebagai alat transportasi pribadi. Dan pemilik kendaraan bermotor tentu akan membutuhkan jasa tukang setel pelek. Apalagi tidak semua orang bisa menyetel pelek. “Salah-salah bukannya jadi bagus tapi tambah galing. Naik sepeda motor serasa menari,” ujar ayah tiga anak ini.
Menyetel pelek memerlukan ketelitian dan kecermatan melihat jari-jari roda bagian mana yang goyang, disamping butuh alat setel. Memperbaiki pelek ban yang rusak tidak bisa dilakukan tergesa-gesa. “Sebab harus diteliti dulu. Jadi pelanggan harus bersabar,” ungkap dia.
Memperbaiki pelek ban membutuhkan waktu sekitar 30 menit kalau tidak terlalu parah. Kalau yang rusak parah harus dipress (dipukul) lebih dahulu menggunakan kayu atau palu agar pelek kembali normal dan tidak bengkok. “Menjual jasa harus bisa memuaskan pelanggan. Itulah sebelum ban dipasang kembali di cek ulang. Apakah sudah tidak galling. Kalau masih galling distelet ulang,” tambah dia.
Untuk menjalankan usaha sehari-hari dia dibantu empat orang karyawan. Setiap hari dia dapat menyetel sekitar 56 buah pelek (28 pasang). Dengan upah kalau rusak ringan Rp 9.000 perbuah atau sepasang Rp 18.000. “Tapi kalau rusak parah bisa lebih mahal, tergantung kerusakannya,” ujarnya lagi.
Selain menjual jasa menyetel pelek dia juga menjual pelek baru dan bekas. Karena ada pelek yang tingkat kerusakan yang sangat parah dan tidak mungkin lagi untuk diperbaiki. Seperti kendaraan eks kecelakaan biasanya ban sudah reok dan harus diganti baru. Biasanya pelek ban yang rusak akibat kendaraan sering masuk lubang atau ban bocor dinaiki. “Sebaiknya kalau ban bocor jangan sekali-kali dinaiki tapi dituntun, sebab tidak hanya pelek yang rusak, tapi ban dalam juga bisa hancur,” kata dia menyarankan. Dari hasil usaha ini, selain dapat memenuhi kebutuhkan keluarga, menggaji karyawan juga dia dapat membuka usaha serupa ditempat lain. “Selain disini saya buka cabang di Simpang Puncak Jelutung,” ujarnya bangga. Dia bangga, karena selain usaha itu bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, juga membuka lapangan kerja bagi pemuda sekitarnya.(mas)

Selasa, 17 Agustus 2010

Perajin Resam


ABDI NUR (48) perajin serat resam tengah menunjukkan proses pembuatan aneka produk berbahan dasar serat resam beberapa waktu lalu. Aneka kreasi anyaman yang terbuat dari serat resam cukup laris terjual. Karena bentuk dan kreasinya yang cukup unik.f/mas

Abdi Nur


Membuat Aneka Produk dari Resam
RESAM merupakan tumbuhan liar (gulma) yang biasa tumbuh di perkebunan karet. Selama ini belum dimanfaatkan karena belum diketahui bagaimana cara mengolahnya sehingga bernilai eknonomis. Padahal tumbuhan itu mudah tumbuh dan mendominasi di daerah ini. Adalah, Abdi Nur (48) yang tertarik menelitinya, dan berhasil menciptakan berbagai produk dari serat resam.
“Usaha ini saya rintis sejak tahun 1995 dan mendapat sambutan hangat dari konsumen. Itulah awal kisah saya membuka usaha kecil-kecilan ini,” ujarnya kepada Media Jambi, Selasa (10/8) di tempat usahanya Desa Suka Maju KM 13 Sebapo Kampung Kalimantan, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.
Menurutnya resam merupakan bahan baku yang sangat baik untuk dijadikan anyaman, karena mutu dan kualitasnya tak kalah dengan rotan. “Hasil anyaman resam memiliki nilai eknomis dan artistic yang cukup bagus,” tuturnya.
Menurut ayah empat anak ini, untuk anyaman yang digunakan adalah seratnya. Batang resam memiliki panjang mencapai 5 sampai 7 meter dan jika sudah tua berwarna coklat kehitam-hitaman. Resam diambil batangnya dan daunnya dibuang. Lalu dikupas untuk diambil isinya, isi batang resam ini bersifat lentur sehingga mudah dianyam, terutama disaat basah. Setelah dianyam dibiarkan mengering dan keras. Diingatkannya, jangan sekali-kali menganyam resam yang sudah kering karena bukannya jadi anyaman tapi patah-patah.
Proses penganyaman agar menjadi sebuah produk sangat sederhana, pertama dianyam kemudian dijemur setelah itu dipernis. Produk anyaman yang dikembangkan berupa tas, vas bunga, tempat buah, topi, gelang, wadah telur, tempat piring, tirai dan wadah antaran pengantin. “Produk dapat disesuaikan dengan pesanan. Apapun jenis anyaman Isya Allah dapat dibuat,” ujarnya lagi.
Keterampilan membuat anyaman ini bermula dari sekadar hoby membuat layang-layang dan berbagai bentuk permainan yang berasal dari bambu. Untuk menganyam dia tidak pernah belajar secara khusus, tapi dipelajari secara otodidak. “Alhamdulillah dari hasil anyaman ini dapat menopang ekonomi keluarga dan dapat membuka lapangan kerja bagi warga desa,” jelasnya.
Guna mengembangkan usaha saat ini Abdi Nur mempekerjakan 10 orang pekerja lepas. Maksudnya bekerja tidak setiap hari tapi jika ada pesanan banyak, karena pemasaran produk masih menunggu pesanan dari pembeli. Karena keterbatasan modal yang dimiliki untuk stok barang produksi. Dalam sehari dapat dikerjakan sekitar 50 buah produk perorangnya.
Bicara masalah harga, menurutnya harga anyaman resam bervariasi tergantung bentuk dan jenis produk yang dijual harga berkisar Rp 50.000 sampai Rp 150.000 perbuahnya. Sedangkan kendala yang dihadapi selain proses produksi juga modal. Proses pengolahan bahan masih dilakukan secara manual. Sehingga kuantitas dan kualitas produksi tidak bisa dicapai. Bila ada permintaan pasar yang cukup besar dibutuhkan waktu yang lama untuk mengolahnya.
Untuk memasarkan produk dia menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Termasuk melakukan kegiatan promosi pada pameran-pameran di berbagai wilayah dalam Provinsi Jambi. Sedangkan prestasi yang pernah diraih pernah mewakili Provinsi Jambi pada pekan pameran teknologi di Mataram dan Jakarta tahun 2004 dan mendapat undangan khusus dari Walikota Surabaya pada acara pameran Surabaya tahun 2005. Selain itu pada pameran produk kreatif di Jakarta tahun 2009 lalu. “Agar produk dapat dikenal saya telah memanfaatkan jaringan internet,” jelasnya.

Didik 500 Perajin
Agar anyaman resam ini dapat berkembang di Provinsi Jambi Abdi Nur mendidik sekitar 500 orang perajin. Banyak diantara mereka telah mandiri dan berkreasi menciptakan aneka produk, mereka tersebar diberbagai pelosok di Provinsi Jambi.
“Saya bangga melihat anak didik saya bisa berhasil. Setidaknya hasil anyaman yang dibuat ini dapat membantu ekonomi keluarga. Dan berapa banyak pengganguran yang dapat bekerja,” ujarnya dengan nada bangga.
Abdi Nur yakin usaha anyaman resam ini dapat bersaing dengan produk lain. Hal ini disebabkan bahan baku cukup banyak dan mudah didapat. Karena pohon resam selama ini tumbuh diberbagai wilayah. Tidak seperti rotan yang saat ini mulai langka.
Namun katanya, pemerintah harus membantu baik inovasi maupun pemasaran. Menganyam membutuhkan ketelitian dan ketekunan serta kesabaran tidak semua orang bisa menganyam. Sebagai tempat menampung hasil kerajinan warga Abdi Nur membuat sebuah galeri.
Kedepan dia bercita-cita untuk mengembangkan dan menambah kreasi dari produk dan terus melakukan promosi sehingga produk anyaman resam ini dapat dikenal dan dapat dijadikan oleh-oleh khas dari Provinsi Jambi. Untuk itu diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Jambi dapat membuat pasar khusus cenderamata. Dengan demikian aneka kerajinan khas Jambi dapat diperoleh ditempat itu. “Kita dapat lihat di daerah lain ada pasar cenderamata. Mengapa di Jambi tidak ada. Padahal perajin aneka produk kerajinan cukup banyak,” ungkapnya.(mas)

Selasa, 10 Agustus 2010

Kutu Bulan


KUTU bulan, mungkin jenis produk satu ini masih asing di telinga masyarakat Jambi. Namun, itu adalah karya produktif mahasiswa Universitas Jambi dari batok kelapa, hasil program pendampingan mahasiswa Universitas Jambi bidang wirausaha.

Gilang Muhammad


Mengolah Batok Kelapa Menjadi Kutu Bulan

KUTU bulan, mungkin jenis produk satu ini masih asing di telinga masyarakat Jambi. Namun, itu adalah karya produktif mahasiswa Universitas Jambi dari batok kelapa, hasil program pendampingan mahasiswa Universitas Jambi bidang wirausaha. Produk ini dipersiapkan mengikuti lomba kreativitas dan inovasi muda tingkat nasional tahun 2011 mendatang di Makasar. “Produk kutu bulan merupakan konsep inovasi untuk memberikan nilai tambah pada batok kelapa sehingga menjadi produk yang kreatif yang bisa diterima pasar,” ujar Gilang Muhammad (19) kepada Media Jambi, Kamis, (5/8) disela-sela acara Pekan Kreatif RRI di Mall WTC Batanghari Jambi.
Mahasiswa semester III Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi Universitas Jambi, mengatakan ketersediaan batok kelapa sebagai bahan baku di Kota Jambi mencapai empat ton/hari yang tersebar di berbagai pasar, toko manisan. Namun benda ini belum mempunyai nilai tambah sehingga hanya digunakan menjadi arang atau dijual untuk wadah menderes karet dan sebagian dibuang percuma. Padahal batok kepala jika diolah akan memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan dapat menambah penghasilan dengan kreativitas tangan terampil.
Anak kembar, buah hati pasangan Ir Dede Martino, MP Sekretaris Program Wirausaha Unja dan Ir Yulma Erita ini melihat batok kelapa tahan air, tahan panas dan tidak mudah pecah bisa diolah menjadi aneka produk seperti cup lampu, kutu bulan dan banyak produk lainnya. “Agar batok kelapa ini memiliki nilai tambah maka perlu disain kreatif yang memiliki nilai estetika dan ekonomi sehingga dapat diterima konsumen,” ujarnya.
Kutu bulan didisain dengan filosofi langit tanpa batas. Artinya disain dieksplorasi dengan berbagai cara dan tidak ada pengekangan disain. Kutu bulan ini bisa jadi tempat wewangian yang dapat dilakukan dengan isi ulang. Dapat digunakan untuk hiasan meja, ruangan tamu atau hiasan di mobil sebagai wewangian.
Pemuda kelahiran Jambi, 21 Mei 1991 ini mengatakan ide membuat kutu bulan ini terinspirasi karena melihat sang ayah Dede Martino (45) yang telah menciptakan berbagai produk kreativitas dan cukup dikenal hingga tingkat nasional. Dan nama kutu bulan ini diberikan karena bentuknya menyerupai kutu dengan ukuran besar. “Oleh adik saya diberi nama kutu bulan,” ujar Gilang.
Sedangkan harga yang ditawarkan cukup tinggi berkisar Rp 50.000 – Rp 70.000/buahnya. Walau mahal namun cukup diminati konsumen, terbukti pada pameran kreativ yang diadakan RRI – Jambi di Mall WTC Batang Hari laris terjual. “Bahkan ada turis dari Turki yang memesan. Dia datang menggunakan penterjemah maklum saya tidak bisa berbahasa Arab,” ujar Gilang.
Pengembangan disain ini masih membutuhkan kreativitas dan akan terus memperbaiki kekurangannya sebab nilai seni akan berpengaruh terhadap penilaian ditingkat nasional. “Tapi saya berharap dapat menjadi nominasi dalam lomba mendatang dan produk ini dapat diterima pasar,” ujarnya.
Hasil kreativitas Gilang ini mendapat apresiasi dan didukungan dari sang ayah Dede Martino. “Saya memberikan kebebasan dia untuk berkreativitas, dan berpikir sehingga usaha ini dapat berkembang. Dan usaha ini dapat menjadi embrio industri kreative di Provinsi Jambi,” ujar Manajer Sentra HAKI Unja yang dihubungi Media Jambi Jumat (6/8) yang saat ini tengah berada di Bali.(mas)

Buka Servis Arloji Terinspirasi Teman


ARLOJI atau yang biasa disebut jam tangan sudah menjadi kebutuhan, karena selain berfungsi alat pengukur waktu juga dapat menambah gaya dan penampilan seseorang. Bahkan bagi sebagian orang yang hoby mengoleksi arloji apalagi arloji itu bermerek.
Namun terkadang arloji yang dipakai sering rewel dan jangan buru-buru dibuang, karena siapa tahu dapat diperbaiki. Ahmad Salabi (43) seorang tukang servis arloji mengaku dapat memperbaki berbagai jenis arloji. Karena untuk memperbaiki sebuah arloji tidak begitu sulit dan spare partnya juga tidak mahal. Paling lama 30 menit. Namun tidak semua jenis onderdil arloji mudah didapat. “Jujur saya katakan semua jenis kerusakan bisa diperbaiki, namun butuh waktu untuk mencari onderdilnya,” ujar kepada Media Jambi, Jumat (23/7) ditempat usahanya Jalan Halim Perdana Kusuma, Pasar Jambi.
Lelaki yang tinggal di lorong Harapan Bawah Rt 05 Kelurahan Pasir Putih Jambi Selatan mengaku usaha servis arloji ini telah ditekuni sejak 30 tahun lalu dan masih tetap bertahan hingga saat ini. Ilmu memperbaiki arloji dipelajari secara otodidak. Dia mengaku awalnya hanya memperhatikan Fery pemilik usaha sebuah toko Jam di Kota Jambi memperbaiki arloji. “Awalnya saya sekadar melihat saja, lalu Fery menyuruh saya membuka jam yang baru untuk dibongkar dan di pasang kembali,” kata suami Ramayana (27) menceritakan awal membuka usaha.
Untuk mendalami ilmunya lelaki paro baya ini rela mengeluarkan uang untuk membeli sebuah jam baru untuk dibongkar pasang. Setelah berhasil barulah memberanikan diri membuka servis arloji.
Menurutnya, biasanya kerusakan terjadi pada sful, dan roda-roda dengan harga mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 25.000 dengan upah jasa Rp 15.000. Sedangkan untuk pergantian batere Rp 10.000 yang biasa dan yang kualitas bagus Rp 25.000. ”Kalau ganti batere ada yang murah dan yang mahal tergantung permintaan konsumen. Untuk servis kita berani memberi garansi selama empat bulan,” ujarnya setengah promosi.
Pelanggan cukup banyak dari berbagai kalangan katanya tidak bisa di pastikan asal usulnya yang jelas selalu ada saja yang datang. ”Pelanggan kita tidak pasti ada yang memang kenal dan ada juga yang kebetulan melintas di tempat ini,” ungkap ayah tiga anak ini.
Dalam satu bulannya dia dapat mengantongi penghasilan bersih berkisar Rp 1,5 juta. ”Satu bulan dapatlah menutupi kebutuhan keluarga dan menyisihkan uang kontrakan rumah yang di sewa Rp 2,5 juta pertahunnya,” tuturnya.
Dia pun yakin usaha reparasi arloji ini masih memiliki peluang cerah. Karena tidak semua orang bisa memperbaiki jam yang rusak. Ditambah lagi dengan banyaknya orang arloji sebagai aksesoris tangan. “Jadi saya tetap yakin usaha ini dapat berbemkabang,” tambahnya.(mas)

Rabu, 04 Agustus 2010

usaha servis kompor gas


Usaha servis kompor gas memiliki peluang yang cukup cerah

Bapon Siregar


Jangan Takut Pakai Kompor Gas
BILA kompor gas Anda mengalami gangguan, tidak ada salahnya di bawa ke jasa servis kompor gas. Selain menghindari terjadinya ledakan, juga sekaligus merawat kompor agar aman dipakai. Untuk usaha satu ini, Bapon Siregar (41) adalah satu diantara sejumlah tukang servis kompor gas di Jambi yang membuka usaha sejak 12 tahun lalu. Diapun, menilai rencana konversi minyak tanah ke kompos gas ukuran 3 kilogram, tak perlu dicemaskan.
“Pemakaian kompor gas sebenarnya tidaklah berbahaya hanya kurang sosialisasi saja dari pemerintah tentang pemakaian kompor gas,” katanya. Kebanyakan konsumen yang diberi kompor gas itu orang awam yang biasa menggunakan kayu bakar atau kompor minyak tanah. “Sejak dulu orang memakai kompor gas. Selang dan regulator yang itu-itu juga, tapi kok tidak ada terjadi ledakan,” ujar pemilik usaha Servis Kompor Gas Anggi yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi Broni Jambi ini kepada Media Jambi.
Kerusakan yang biasa terjadi pada kompor gas yaitu tabung, regulator, karet tabung, pipa, klep dan api yang tidak normal. “Jika terjadi masalah sebaiknya bawa keahlinya, jangan coba otak-atik sendiri. Sebab sangat berbahaya dan bisa mengancam nyawa dan harta benda,” ujar pria yang membuka usaha servis kompor gas sejak tahun 1998 lalu ini.
Ada tip yang perlu diperhatikan oleh konsumen untuk memakai kompor gas. Pertama perhatikan regulator jangan sampai ada suara berdesis dan menimbulkan bau yang khas. Jika masih berdesis buka regulator dan ganti karet tabung. Kemudian jangan sampai tabung terkena sinar matahari langsung, sebab gas yang ada di dalam tabung akan cepat memuai, sehingga dapat menyebabkan ledakan.
Untuk service kompor gas cukup dengan harga Rp 30.000, apabila mati total bisa mencapai sekitar Rp 80.000 tergantung alat apa yang diperlukan. ”Untuk kompor gas kalau hanya sekadar service tidak begitu mahal, kecuali ada alat yang mesti di ganti, itu hitungannya lain lagi,” ujarnya dengan logat Batak.
Selain memperbaiki kompor yang rusak Regar juga bisa diperbaiki peralatan lain, seperti, kipas angin, magic com, blender, dispenser, strika, open dan lain-lainnya. Pengerjaan katanya tidak memakan waktu lama, hanya saja terkadang sering spare partnya tidak di jual di Jambi dan harus dipesan keluar daerah. ”Untuk pengerjaan semua barang yang rusak palingan 3-4 jam bisa selesai. Tapi yang susahnya onderdil yang terkadang kosong stocknya. Tentu pelangan harus menunggu 2-3 hari,” ujar ayah empat anak ini.
Keahlian memperbaiki kompor gas diperolehnya dengan kursus dan setelah mahir Regar mencoba usaha sendiri. Sebab pada tahun 1990-an lalu di Jambi orang yang memakai kompor gas bisa dihitung dan sulit mencari tukang servis kompor gas jika terjadi kerusakan. “Dulu saya keliling kampung menemui pelanggan, bahkan sampai keluar kota juga menggunakan sepeda motor. Bahkan sampai sekarangpun masih setia dengan pelanggan lama,” kenangnya.
Menganai penghasilan secara diplomatis Regar mengatakan orang menjual jasa sulit ditebak berapa penghasilan perbulannya. Namun katanya dari hasil usaha yang telah digelutinya ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dia berharap kepada pemerintah agar memberikan sosialisasi yang benar kepada konsumen. Sebab masyarakat dikalangan bawah gagap teknologi namun mau atau tidak mau program pemerintah ini harus berjalan. “Sebelum diserahkan kepada warga harus diberi penjelasan yang mendetil,” terangnya.
(mas)