Senin, 20 Desember 2010

Mengadu Nasib di Jembatan Batanghari II

TANGAN kanannya memegang erat sebuah kipas, sementara  tangan kirinya membolak-balik jagung diatas pembakaran. Setiap hari itulah yang dilakukan Maimunah (38) penjual jagung bakar di Jembatan Batanghari II, Desa Kasang Pudak Kota Jambi.

Wanita tiga anak ini sudah berjualan jagung bakar delapan tahun lalu. Awalnya berjualan di kawasan Ancol, tepatnya di depan kediaman Gubernur Jambi, namun karena sepi pembeli dia mencoba membuka usaha di kawasan jembatan baru ini. “Ketika jembatan ini dibuka saya melihat banyak anak-anak muda yang berkunjung kesini. Makanya setelah dua hari buka saya jualan jagung bakar dan laris,” ujar warga Rt 09 Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Jambi Timur ini kepada Media Jambi, Jumat, (9/12).
     
Untuk mendapat jagung mentah, Mai begitu wanita ini biasa disapa mengaku membeli dari petani setempat dengan harga Rp 1500 per buah. Setelah dibakar, dijual Rp 3.000/buahnya. Dengan dua rasa yaitu rasa pedas dan manis. “Memang agak mahal, karena jagung yang dijual jagung pilihan,” ujarnya.

Penghasilan yang didapat cukup lumayan, dalam sehari rata-rata terjual 60 buah jagung. Artinya penghasilan kotor Rp 180.000. Jika pengunjung ramai bisa mengantongi Rp 200.000. “Penghasilan bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan termasuk membiayai anak sekolah,” tambah dia.

Walaupun pekerjaaan terlihat enteng, katanya, tidak semua orang mau melakukannya, karena butuh kesabaran dan keuletan. Harus rela terkena debu kendaraan yang lalu lalang yang melewati jembatan ini. Sebab menunggu merupakan hal yang membosankan.

Sebelum berjualan jagung bakar isteri tercinta Agus Bermuda (45) ini pernah bekerja sebagai tenaga honorer di KPLP Jambi, kemudian juga pernah menjadi pedagang sayur di Pasar Kasang. Namun pekerjaan itu tidak dapat bertahan lama. “Akhirnya saya memilih berjualan jagung bakar di kawasan Ancol,” ungkapnya.

Pernah terlintas di pikiran untuk membuka usaha yang lebih besar dari berjualan jagung bakar ini, seperti kafé, namun hingga saat ini belum memiliki modal yang cukup.
Dia mengharapkan, pemerintah bisa dapat memprioritaskan masyarakat kecil untuk mendapatkan bantuan modal. Selama ini pemerintah hanya memperhatikan pedagang bermodal besar. “Mudah-mudahan apa yang saya dan teman-teman rencanakan dapat terrealisasi,” harapnya sambil mengipas jagung  di atas tungku pesanan pelanggan. 

Pelanggannya selain pengunjung yang datang untuk menyaksikan jembatan Batanghari II juga sering dipesan oleh pengendara yang akan ke Muara Sabak. Dia membi\uka usaha setiap hari mulai pukul 14.30-pukul 21.00 WIB. Jika lewat dari itu tidak ada lagi pengunjung yang datang. Apalagi sejak diresmikan hingga saat ini jembatan terpanjang di Provinsi Jambi gelap gulita.
  
Dia juga berharap kepada Pemerintah Kota Jambi dan Satpol PP tidak seenaknya menyita barang pedagang yang berjualan diatas jembatan. Karena apa yang dilakukan pedagang ini demi menghidupi keluarga. “Kalau selalu diusir dimana lagi kami mencari nafkah. Pedagang juga manusia, butuh makan dan membiayai anak sekolah,” pintanya. (mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar