Senin, 12 Juli 2010

Gapoktan Usaha Mandiri

Olah Rosela dan Jagung Menjadi “Uang”

BERBAGAI macam produk makanan ringan seperti dodol rossela, sirup rosela, selai, dodol jagung, dodol kates, stik jagung dan aneka keripik sayur dibuatnya. Semua menggunakan bahan baku hasil pertanian petani setempat. “Kita memanfaatkan sumber daya alam lokal, karena berbagai jenis bahan baku ditempat ini cukup tersedia,” ujar Ny Busra Hanem (40) Ketua Gabungan Kelompok Tani Usaha Mandiri, Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Kota Baru Jambi, kepada Media Jambi, pekan lalu.

Busra Hanem merintis usaha produk makanan ringan ini sejak tahun 2008 lalu. Dia tertarik memanfaatkan sumber daya lokal karena melihat hasil produksi petani melimpah namun kesulitan untuk memasarkannya. Sesuai prinsif ekonomi bila permintaan sedikit maka harga cenderung murah dan begitu pula sebaliknya. “Saya melihat hampir seluruh petani menanam rosella di tujuh Kelompok Tani yang ada di Bagan Pete ini sehingga produksi berlimpah,” ujarnya.

Keterampilan membuat aneka macam produk olahan ini diperoleh dari pelatihan yang diikutinya dengan PPL dalam mengembangkan sumber daya alam lokal. Hasil pelatihan itu diterapkan dan ternyata berhasil dan tetap bertahan hingga saat ini. Karena semua bahan baku yang dibutuhkan cukup banyak tersedia.

Selanjutnya produk makanan yang diproduksi cukup laris dipasaran. Dalam sebulan kelompok tani yang memang mengolah aneka hasil tani ini dapat menjual 1.200 kemasan. Harga jual bervariasi tergantung besar kecil kemasan dan jenis produk. Harga berkisar Rp 4.000- Rp 20.000/bungkus. “Penghasilan cukup untuk mengembangkan usaha dan sisanya dibagi untuk kesejahteraan anggota,” terangnya.

Penjualan produk dilakukan dengan menitipkan barang ke pasar swalayan yang ada di Kota Jambi dan hasilnya juga cukup memuaskan, dapat menambah keterampilan ibu-ibu rumah tangga. Setidaknya dapat membatu ekonomi keluarga. “Kelompok usaha mandiri khusus mengolah hasil pertanian menjadi makanan ringan,” ujar Busra Hanem.

Dalam memasarkan produk hingga saat ini belum menemukan kendala yang berarti. Pasalnya produk yang dihasilkan memiliki izin dari Dinas Kesehatan, berkelanjutan dan tidak ada alasan pasar swalayan untuk menolaknya.

Namun demikian masih banyak kendala yang dialami seperti kualitas maupun kuantitas, kemasan yang belum menarik. Selama ini pengolahan produk hanya menggunakan peralatan manual sehingga produk yang dihasilkan juga terbatas. Ada suatu produk yang dihasilkannya memenuhi standar mutu, namun kemasan tidak menarik. “Inilah masalah yang kami hadapi,” tambah ibu dua anak ini.

Warga yang tinggal di Komplek Pinang Merah RT 15 ini mengaku akan terus melakukan inovasi mengolah produk yang dihasilkan petani. Apalagi wilayahnya merupakan areal pertanian. Diapun yakin usaha ini dapat berkembang asalkan kualitas dan mutu dapat dijamin. “Semua produk makanan yang kami buat tidak menggunakan zat pengawet. Produk dapat bertahan paling lama satu bulan,” tambahnya.

Mereka berharap kepada instansi terkait dapat memberi dukungan untuk mengembangkan usaha ini baik dari segi permodalan, pemasaran, pelatihan maupun kemasan. Ditambahkanya, memasok suatu produk ke pasar swalayan tidak sama dengan jualan eceren. Selain harus rutin juga pembayaran setelah barang laku. Artinya modal yang digunakan terpendam, makanya dibutuhkan tambahan modal.(mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar