Senin, 19 Juli 2010
Perajin Bubut
Mencari Bapak Angkat
TANGAN kreatif, Darkoni (40) bisa mengolah limbah sisa kayu gergajian menjadi barang berguna. Limbah kayu diolahnya menjadi berbagai perabotan rumah. Produk yang dihasilkan berupa anak tangga, dan stik tangga yang terbuat dari kayu rengas.
Membubut kayu menjadi perabotan rumah ini dipelajarinya secara otodidak. Awalnya menjadi buruh kasar sejak tahun 1994 – 1996 dan bekerja pada seorang pengusaha sambil terus belajar. Barulah pada tahun 1996 dia membuka usaha sendiri dan ternyata berhasil. “Saya belajar membuat berbagai produk hanya secara otodidak tidak ada kursus atau pelatihan sama sekali,” ujar warga yang tinggal di Rt 31 Kelurahan Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Kota Baru, Jambi, Jumat (16/7).
Usaha yang dirintis sejak 14 tahun lalu ini, awalnya hanya coba-coba dengan mengolah potongan kayu sisa-sisa yang tak terpakai. Pelan tapi pasti, permintaan pun mulai meningkat. Bahkan, dulu setiap bulan dia memasok produknya ke Deskranasda Provinsi Jambi yang merupakan satu-satunya tempat mempromosikan produknya. Selain itu banyak juga konsumen yang datang langsung ke tempat usahanya. Itulah yang membuat Darkoni dapat mempertahankan usahanya hingga saat ini. Dan dia yakin usaha ini akan terus berkembang walau tanpa binaan dari pemerintah.
Diakuinya ada kendala menjalankan usaha, selain kekurangan modal usaha juga masih sulitnya memasarkan produk. “Sebab produk yang saya hasilkan ini hanya diminati oleh orang-orang tertentu. Saya butuh bapak angkat guna memasarkan produk sehingga dapat dikenal hingga ke luar daerah,” ujar suami tercinta Fitriani (31) ini.
Harga yang ditawarkan bervariasi tergantung bentuk dan besarnya berkisar antara Rp 15.000-Rp 60.000 per buah. Ketika ditanya berapa penghasilan yang diperoleh, secara diplomatis dia menjawab tergantung situasi. “Saya ini menjual jasa jadi tidak bisa menyebutkan secara pasti. Tapi dari hasil usaha ini dapat menafkahi isteri dan anak, serta dapat membayar kontrak tanah,” ujarnya lagi.
Koni begitu dia biasa disapa, mengatakan produk hasil bubutan kayu berupa stik tangga membutuhkan kejelian, ketelitian dan jiwa seni. Karena sepotong kayu bulat yang tanpa bentuk tidak memiliki arti apa-apa. “Ya harus kreatif dan banyak ide,” ujar dia.
Sedangkan untuk mendapatkan bahan baku kayu saat ini mengalami kesulitan. Karena jenis kayu rengas yang bagus untuk membuat stik tangga sudah mulai langka seiring dengan pemberantasan perambahan hutan.
Lelaki asal Komering, Sumatera Selatan ini mengatakan peralatan produksi yang digunakan sangat sederhana, seperti gergaji, amplas dan alat bubut. Dalam sehari dapat memproduksi sebanyak 15 stik tangga besar dan 50 buah stik tangga kecil. Dalam menjalankan usaha Darkoni mempekerjakan tiga orang karyawan.
Walau berjalan selama 14 tahun, namun usaha ini terkesan berjalan ditempat. Pasalnya hingga saat ini belum ada perhatian dan pembinaan dari pemerintah. “Dari memulai usaha hingga saat ini saya belum pernah mendapatkan binaan dari pemerintah. Padahal produk saya sudah cukup dikenal dikalangan pejabat. Tapi saya tidak kecewa yang terpenting tetap berusaha, dan berencana menciptakan produk yang terlihat unik,” tambah dia.(mas)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar