Minggu, 17 Oktober 2010

Buka Kursus Menjahit, Atas Dorongan Warga


Keahlian menjahit dan membordir yang ditimbanya dibangku belajar memang tidak disia-siakan Sumirah (46) dengan membuka kursus menjahit. Namun usaha yang dirintis sejak tahun 1998 lalu itu berkembang atas dukungan warga. “Waktu itu banyak kaula muda yang ingin belajar menjahit,” ujarnya kepada Media Jambi yang ditemui ditempat usahanya di Desa Rasau, Kecamatan Renah Pamenang, Kabupaten Merangin, Kamis (7/10).

Wanita asal Yogyakarta yang merantau ke Jambi tahun 1985 ini mengatakan kursus menjahit yang dibukanya sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme seseorang. Masalahnya tidak ada sekolah umum yang mempelajari suatu keterampilan secara mendetil. “Hanya melalui kususlah seseorang dapat mematangkan ilmunya. Saya mendalami keterampilan ini juga mengikuti berbagai kursus sebelumnya,” ujarnya

Ibu empat anak ini mengatakan untuk sampai ketingkat mahir dibutuhkan waktu 18 bulan. Dengan rincian enam bulan untuk tingkat dasar, enam bulan terampil dan enam bulan terakhir tingkat mahir. Namun demikian terkadang para siswa dalam belajar enam bulan tingkat dasar sudah bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik. Sehingga tidak dibutuhkan 18 bulan hingga memiliki keterampilan yang memadai.

Dikatakannya, biaya kursus perbulannya Rp 75.000 dengan proses belajar empat kali dalam seminggu. Dengan materi dan teknik menjahit berbagai jenis pakaian dan modelnya, baik pakaian wanita, anak-anak maupun pakaian pria. Karena yang terpenting dalam menjahit adalah bagaimana membuat pola. “Bila pola sudah ada kita tinggal memotong kain sesuai dengan dengan pola yang diukur sesuai dengan pesanan,” ujar wanita yang telah menelorkan sekitar 400 siswa ini.

Pemilik sanggar belajar mengajar Bekal Mandiri Desa Rasau ini mengatakan menjamurnya toko atau pasar swalayan yang menjual aneka jenis dan merek pakaian jadi memang mempengaruhi usaha menjahit. Namun masih banyak orang yang masih membutuhkan tukang jahit. Sehingga usaha menjahit masih berpeluang. “Tidak semua orang menyukai pakaian jadi, karena tidak senyaman pakain yang ditempah,” jelasnya.

Untuk itu seorang tukang jahit harus memiliki wawasan yang luas dan mengikuti perkembangan mode. Jika tidak maka usaha menjahit tidak akan laku dan pada akhirnya bisa gulung tikar. Karena tidak mendapat orderan disebabkan hasil jahitan tidak dapat memuaskan dan konsumen tidak mau lagi menjahit ditempat itu. “Saya juga berusaha mempelajari berbagai literatur baik tentang pola dan diterapkan kepada para siswa,” ujarnya.

Walau demikian katanya, peran pemerintah dalam membina usaha kecil dan menengah sangat berpengaruh. Karena umumnya pengusaha kecil dan menengah ini masih kekurangan modal untuk mengembangkan usaha. “Saya contohkan saja banyak para siswa yang membuka usaha menjahit kekurangan modal untuk membeli bahan pakaian,” ujarnya.

Dari belasan tahun membuka usaha, dia tergolong cukup berhasil karena selain dapat memenuhi kebutuhan keluarga, mendidik anak-anaknya, dan juga bisa membangun sebuah rumah permanen. Sebab keempat anaknya telah menyelesaikan di perguruan tinggi. “Alhamdulillah empat anak saya telah menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi,” ujar isteri tercinta Sutadi (48) bangga.(mas)

1 komentar: