Minggu, 24 Oktober 2010

Nurjanah


Produknya Dikenal Hingga ke Batam

PAGI itu Nurjanah (35) perajin aneka keripik asal Desa Parit VIII, Kecamatan Bram Itam Kanan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat bersama beberapa orang karyawannya sibuk sibuk mengemas keripik yang hendak dipasarkan. Meski usahanya berada di desa, namun produk hasilkannya dikenal hingga keluar daerah.
Usaha yang dirintis sejak tahun 2006 ini dimulai dengan coba-coba. Saat itu ibu dua anak ini mencoba membuat keripik pisang, terinspirasi karena di kebunnya cukup banyak pisang. Setelah dibuat dan dipasarkan ke warung-warung yang ada di sekitar desa ternyata diminati konsumen. “Karena laku keras saya mencoba mengurus izin ke Dinas Kesehatan,” ujarnya kepada Media Jambi, Jumat (22/10).
Keterampilan membuat aneka macam keripik ini dipelajarinya dari ibu-ibu PKK di desanya. Waktu itu ada program dari pemerintah untuk memberdayakan masyarakat tentang home industri yaitu pengolahan hasil pertanian. “Ada beberapa pelatihan yaitu membuat keripik pisang, ubi, tempe dan teknik membuat natta de coco dari air kelapa,” sambung isteri dari Asnawi (37) ini.
Dari aneka macam pelatihan itu ternyata yang bisa diterapkan adalah membuat keripik pisang, keripik ubi dan keripik tempe. Karena bahan baku di daerah ini cukup tersedia dan harga jual pisang saat itu sangat murah, mengingat jalan menuju daerahnya masih tanah. “Tidak seperti saat ini,” kata pemilik usaha keripik Alsi.
Sekali produksi wanita asal Lamongan Jawa Timur ini mengaku dapat mengolah 35 kg pisang tanduk, 40 kg ubi kayu dan 7 kg tempe. Untuk mengolah produk sebanyak itu dia dibantu tiga orang karyawan yang bekerja dalam proses produksi. Dua orang karyawan bertugas mengantarkan produk ke warung-warung yang ada di Kuala Tungkal hingga ke Pelabuhan Dagang, bahkan produknya juga sudah sampai ke Pulau Batam. “Selain memenuhi kebutuhan di Kuala Tungkal produk kita juga sudah sampai ke Kota Batam,” jelasnya.
Sedangkan harga jual produk rata-rata Rp 5.000/bungkus isi 150 gram. Dalam sehari terjual sekitar 200 bungkus. Produk yang dihasilkannya tidak menggunakan zat pengawet. Ketahanan produk paling lama hanya satu bulan, karena peralatan yang dimilikinya manual. Untuk laminating hanya menggunakan api lilin, dan proses pemotongan masih menggunakan pisau dapur.
Sehingga kualitas maupun kuantitas terbatas. Bebebrapa waktu lalu ada sebuah mall di Batam memintanya untuk memproduksi keripik pisang dalam jumlah besar. Namun ditolaknya, karena tak sanggup memenuhi kebutuhan secara rutin. “Pesanan dari mall saya tolak,” ujar perajin yang pernah mewakil Tanjung Jabung Barat pada Pameran Produk tingkat nasional di Jakarta tahun 2009 lalu.
Mengenai penghasilan dia mengaku cukup lumayan, dapat membeli dua unit sepeda motor, membeli kebun kelapa, menggaji karyawan dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Walau sudah cukup dikenal, namun hingga saat ini dia belum pernah mendapatkan bantuan, baik berupa pembinaan maupun bantuan modal. Pernah mengajukan pinjaman modal ke Bank, tapi proposal yang diajukan hingga kini belum mendapat tanggapan. “Jika mendapatkan tambahan modal saya yakin usaha ini dapat berkembang lebih pesat lagi dari yang sekarang,” tambahnya.
Dia berharap Bupati Tanjung Jabung Barat yang baru terpilih dapat membantu mengembangkan usaha mikro kecil. Sebab jika tidak diperhatian maka usaha-usaha kecil akan gulung tikar dan tak sanggup menutup kerugian.(mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar