Senin, 01 November 2010

Buka usaha Pabrik Es


Dua kapal penangkap ikan bersandar di dermaga Pelabuhan Perikanan Pantai - PPI Kualatungkal. Kedua kapal itu antre membeli es di pabrik milik Koperasi LEPP Swamitra untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan mereka. Kedua kapal berukuran sekitar 10 ton itu siap berlayar mengarungi lautan pantai timur Sumatera untuk menangkap ikan selama lima hingga enam hari.

“Pabrik es Mandiri Bersama ini memproduksi 240 balok atau setara dengan enam ton es sekali proses 18 jam. Setiap balok seberat 25 kg dijual dengan harga Rp 8.000,” kata Ketua Koperasi LEPP Swamitra H Andi Syarifuddin kepada Media Jambi hari Jumat (22/10). “Setiap hari rata-rata terjual sebanyak 150 batang es. Namun terkadang mencapai 300 batang,” kata dia lagi.

Pabrik es yang baru beroperasi komersil sejak tahun 2007 lalu ini dilengkapi lemari penyimpan berkapasitas 350 balok es. “Lemari penyimpan ini masih kecil, untuk tahap awal cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan nelayan,” ujar Andi Syarifuddin.

Selain melayani empat pedagang ikan di Kota Kuala Tungkal juga melayani nelayan yang membeli langsung ke pabrik. “Untuk pelanggan tetap kita menyediakan servis yakni es diantar ketempat. Karena kita telah menyediakan satu unit pompong untuk itu,” tambah Syafruddin, pimpinan pabrik.

Sekarang ini kondisi nelayan sangat memprihatinkan, terutama nelayan tradisonal. “Selain karena harga kebutuhan naik, terutama bahan bakar minyak (BBM) cuaca kurang bersahabat. Bisa berubah dalam hitungan jam. Para nelayan sangat membutuhkan es guna mengawetkan hasil tangkapannya,” kata Andi lagi. Ada tiga hal penting yang membuat koperasi nelayan berkembang, yaitu memerhatikan kesejahteraan dan pelayanan sosial terhadap nelayan, keamanan dan harga jual hasil tangkap.

Mengelola Koperasi LEPP bagi H Andi merupakan sebuah pengabdian. Karena pernah merasakan pahit getirnya menjadi nelayan. Dia bertekad agar kelak nelayan bisa hidup layak dan memadai. Pendapatan nelayan itu tidak menentu. Bisa saja hari ini dapat rezeki cukup banyak, namun tak jarang pulang tanpa membawa apa-apa. Sama seperti rezeki harimau, kadang untung kadang rugi. “Saya tahu betul suka duka yang dialami nelayan saat mengarungi lautan. Ketika badai datang, kapal terombang-ambing,” ujarnya. (mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar