Minggu, 14 November 2010

Norma Hutagalung, Mengais Rezeki di Taman Rimba


LEBIH 10 tahun lamanya, Norma Hutagalung (42) bertahan membuka usaha berjualan aneka makanan ringan di Taman Ria eks Arena MTQ Pall Merah Kota Jambi. Dari usaha inilah dia bisa memenuhi kebutuhan keluarga. “Saya mulai usaha, sejak ada MTQ Nasional tahun 1997 dan bisa bertahan hingga saat ini,” ujarnya kepada Media Jambi, Jumat (12/11)

Awalnya dia berjualan di luar arena, barulah pada tahun 2000 dibolehkan masuk di dalam arena. Dengan membayar uang retribusi kepada pengelola taman sebesar Rp Rp 1.000 setiap hari. Dari hasil berjualan ini dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Banyak pengalaman yang didapat selama berjualan. Diantaranya pernah digusur dan ditertibkan oleh Pemerintah Kota Jambi. Tahun 2000 lalu gerobak miliknya pernah disita oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Jambi. Akibatnya dia tidak bisa berjualan. Padahal inilah satu-satunya usaha memenuhi kebutuhan. “Pedagang kakilima juga warga Kota Jambi yang mengerti autran. Tapi apa boleh buat nafkah keluarga harus dipenuhi dan terpaksa berdagang di kakilima,” ujar ibu dua anak ini.

Berjualan di taman ini juga tergantung dari pengunjung yang datang. Jika banyak pengunjung yang datang penjualan juga banyak. Jadi kalau ditanya berapa besar pendapatan juga tergantung dari hasil jual-beli. “Namanya juga berdagang, tidak sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki gaji tetap setiap bulan,” tambah dia lagi.

Menurutnya, pengunjung ramai hari minggu dan sore hari. Karena setiap sore banyak anak-anak muda yang membawa pasangan. “Tentunya mereka yang datang setidaknya membeli aneka makanan ringan untuk bersantai. Tapi kalau musim liburan pengunjung cukup ramai, sehingga daganganpun laku,” ujar warga yang tinggal di Rt 17 Kelurahan Talang Bakung ini.

Tak banyak harapan yang diminta kepada pemerintah. Terpenting bagi dia dapat berjualan dengan tenang tak ada lagi pengusiran dan punggusuran. “Pemerintah dalam memberi bantuan hanya kepada mereka yang memiliki modal besar. Tapi tak pernah memperhatikan nasib para pedagang kecil seperti saya. Mungkin takut uang yang dipinjamkan tidak dapat dikebalikan,” ujarnya.

“Saya pernah mengajukan kredit pada bank, untuk menambah modal. Tapi harus ada jaminan sertifikat rumah. Rumah saja masih ngontrak dan untuk menambah modal terpaksa meminjam uang ke koperasi liar yang berbunga tinggi. Diangsur setiap hari,” tambah dia. (mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar