Senin, 30 Agustus 2010

Mawarni


Souvenir dari Lidi Kelapa
LIDI, benda yang biasa digunakan untuk menyapu dan terbuat dari tulang daun kelapa ini, di tangan Mawarni (30) bisa menjadi benda bernilai seni, barang cendera mata yang terlihat elegan dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Inovasi dan kreatifivitas dari limbah pohon kelapa itu ternyata bisa digunakan untuk hal yang lebih besar kegunaannya. Berupa keranjang, piring makan, dan pas bunga yang dijual dengan harga jual Rp 5.000 – Rp 10.000 perbuahnya. “Harga jual tidak terlalu mahal, disesuaikan bentuk dan besar produk,” ujarnya kepada Media Jambi, pada Pekan Kreatif RRI di WCT Batanghari beberapa waktu lalu.
Ibu tiga anak ini, tertarik menggeluti usaha menganyam lidi kelapa menjadi berbagai produk ini karena melihat selama ini bahan bakunya cukup banyak dan hanya terbuang sia-sia. “Kuala Tungkal merupakan daerah penghasil kelapa, lidi daun kelapa hanya dibuang begitu saja,” katanya. Apalagi, dia juga pernah mengikuti pelatihan membuat aneka produk dari lidi kelapa mendorong warga yang tinggal di Desa Tungkal I, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini, tertarik mengembangkan usaha ini.
Keahlian menganyam dipelajarinya sejak kecil, karena orang tuanya merupakan perajin anyaman daun pandan untuk dijadikan tikar. Katanya soal menganyam tidak asing lagi, karena menganyam lidi tak jauh berbeda dengan menganyam daun pandan. “Menganyam lidi sebenarnya tak begitu sulit, prosesnya tak jauh berbeda dengan menganyam daun padan, hanya saja harus merubah bentuk,” ujar dia.
Kendala utama yang dialami perajin yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB) Mawar ini karena masih kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Selain itu juga masih sulitnya memasarkan produk dan hanya terbatas pada kalangan tertentu saja. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih cenderung menggunakan produk impor yang harganya jauh lebih murah. “Untuk memasarkan produk di Kuala Tungkal sangat sulit dan diluar daerah kita baru mempromosikan produk lewat Dekranasda,” katanya.
Proses pembuatan produk cukup gampang, awal lidi daun kelapa dipisahkan lalu dijemur setengah kering. Kemudian dianyam sesuai keinginan, di pernis agar terlihat mengkilat. Kemudian siap dipasarkan. “Membuat aneka souvenir tidak membutuhkan waktu lama, dalam sehari bisa membuat 10 buah,” ujarnya.
Mawarni berharap kepada pemerintah atau instansi terkait mempromosikan produk yang dihasilkan para perajin. Karena di Kuala Tungkal saat ini ada sedikitnya 50 orang perajin yang mengolah limbah daun kelapa ini. “Jika tidak diperhatikan, maka lambat laun, usaha yang saat ini mulai berkembang bisa layu kembali,” tambah dia.
Agar usaha ini dapat bertahan, dalam waktu dekat Mawarni akan membuat galeri tempat menampung hasil-hasil produk para perajin. Karena dia yakin usaha anyaman yang terbuat dari lidi kelapa ini memiliki prospek yang cerah. Untuk itu dia juga terus berinovasi menciptakan produk-produk lain. “Saya berupaya menciptakan produk lain seperti memanfaatan lidi menjadi penyekat dinding ruangan,” ujarnya.(mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar